Minggu, 26 Juni 2016

Rumahku (dulu) Berhantu (part 1)

Kontras dengan tulisanku sebelumnya, sekarang aku ingin menceritakan tentang kisah di rumahku sendiri, tentang penghuni yang ada di dalamnya, baik yang kasat mata maupun yang tak kasat mata. Jangan takut, ini bulan puasa, setan sedang dibelenggu, kalau ada yang keluar satu mungkin dia lagi baca tulisan ini. wkwk. Candaaa, jangan marah, ini puasa loh, nanti pahalanya bahkan ganteng/cantiknya hilang lho... hihi


Cerita ini berawal dari sebuah desa, yang terletak di sebelah utara kota Solo. Aku tinggal di sebuah perumahan yang udah tua. Dulu sering ada ular masuk rumah karena perumahanku ada di tengah-tengah sawah, mungkin ularnya ada niatan pengen main atau silaturahmi. Tapi ogah, sudah cukup lah.

Soal keangkeran di perumahan kami sudah ada banyak cerita. Misalnya :
Dulu ada bapak-bapak yang menanam padi di deket perumahanku yang ada sawah tapi nggak ditanami lama banget. Bapak tersebut sudah dibilangi oleh warga kalau sawah itu tidak boleh ditanami tetapi bapaknya masih nekad. Warga sering menonton bapak tersebut memakai traktor sendirian menggarap sawah yang sudah lama sekali tidak ditanami. Tapi tidak lama kemudian terdengar kabar kalau bapaknya meninggal dan padi yang ditanam pun tidak ada isinya, alias gabug dalam bahasa Jawanya. Entahlah aku tidak tahu ada hubungannya atau tidak. Tetapi kemudian sekarang di sawah itu dibangun gudang penyimpanan dan beberapa pekerjanya ada yang meninggal juga. Gara-gara dibangun gudang juga penghuni yang harusnya awalnya di sawah itu pindah atau hijrah ke perumahan.

Selain itu ada pengaaman dari ayahku sendiri, waktu pulang larut malam. Memang kalau mau masuk ke perumahan harus melewati dua rumah besar kosong di depan perumahan. Di waktu itu ketika ingin belok ke perumahan, ayah melihat seorang perempuan di pinggir jalan sendirian. Berniat ingin menanyakan sedang apa dan ingin menawarkan bantuan, ketika sedang didekati ternyata wajah perempuan yang kemudian menoleh itu rusak parah.  

Kemudian aku ingin bercerita tentang rumahku sendiri. Rumahku terletak di bagian paling deket dengan jalan yang ada gudangnya. Jadi misal kalau disejajarkan, tembok gudang, jalan kecil utama perumahan kemudian rumahku. Dulu sekali waktu pertama pindah, aku masih SD. Perumahanku dulu tidak seramai sekarang, satu gang saja yang menempati hanya beberapa orang alias tidak penuh. Dulu SELALU setiap magrib, adikku yang cowok yang masih kecil dan belum bisa jalan itu menangis. Kadang ia menangis sambil menunjuk ke suatu arah tertentu, ibu selalu menggendong adikku dan menenangkannya di ruang tamu, meskipun adikku masih menangis dan menunjuk-nunjuk ke atas ventilasi dan jendela rumah. Kalau adikku sudah menangis seperti itu berhentinya sangat lama.

Bercerita tentang adik, dia memang dianugerahi mata yang bisa melihat lebih dari yang lain. Dari kecil ia sering menangis tanpa sebab sambil menunjuk ke arah tertentu, juga ketika sudah sedikit besar, adikku sering bermain sendiri di kamar kosong di rumahku yang bahkan jarang dimasuki hanya sebagai tempat menyimpan lemari dan dipan yang di atasnya banyak tumpukan koran. Aku pernah mengintip dari pintu adikku yang sedang bermain mobil-mobilan sendiri dan berbicara seakan sedang bermain dengan orang lain. Kalau sekarang dia sudah tidak setakut dulu, setelah 'teror' di rumahku yang nanti akan ku ceritakan. 

Kemudian ibu, ibuku dulu sering berada di rumah bersama aku dan adikku kalau ayah belum pulang, kadang kalau aku menginap di rumah mbah, ibu hanya di rumah bersama adik. Ibu sendiri pernah bercerita padaku. Dulu suatu malam ketika ayah belum pulang dan adikku sudah tertidur pulas, ada suara ketukan kecil di jendela berulang-ulang, ibuku yang penasaran segera menuju jendela rumah dan melihat ada kadal besar yang ada di dalam rumah sedang ada di kusen jendela. Berniat mengeluarkan kadal tersebut, ibuku segera membuka pintu rumah dan terkejut ketika melihat sesosok orang berambut awut-awutan berjubah hitam dengan kadal besar di pundaknya, 'orang' atau apalah itu segera berbalik menyembunyikan wajahnya dan pergi secepat kilat diikuti kadal yang sebelumnya ada di dalam rumah keluar mengikutinya yang juga dengan cepat. Ibuku seketika itu menjadi takut akan apa yang telah terjadi baru saja.

Sebenarnya mungkin banyak kisah yang terjadi si rumahku sendiri yang tidak diceritakan yang lain. Kalau aku yang penakut ini (namun tidak pedulian) terkadang memang diganggu dengan suara. Entahlah yang lain, apalagi adikku yang tentu mengalami kisah lebih banyak yang nanti aku ceritakan satu persatu.

Awalnya rumahku hanya satu, tapi tetanggaku yang rumahnya di deket rumahku dan menempel satu tembok (maklum perumahan) itu pindah, jadilah rumah itu dibeli oleh ayah. Kemudian tembok pemisah rumah dibuka agar rumahnya menjadi satu, dan setelah itu, aku baru tahu kalau ternyata di rumah tetanggaku itu banyak penghuninya yang lain.

Ada satu foto sebagai bukti meskipun entah ini benar atau tidak aku tidak tahu. Suatu malam, aku yang saat itu masih SMA foto-foto dengan adikku di ruang tamu dengan kamera laptop. Besoknya ketika aku iseng melihat-lihat kembali foto-fotoku semalam, ada satu foto dimana ada yang lain yang ikut nampang di foto tersebut. 'yang lain' yang biasa kita sebut dengan 'the jumping candy' itu nampak samar dengan kuncirannya yang tinggi keseluruhannya mencapai pintu di kamarku. Ya, the jumping candy itu berdiri di kamarnya adikku dan tepat di depan pintu kamarku.
Pict? 
Aku tidak menyuruh yang lain percaya akan hal ini, aku hanya bercerita apa yang terjadi saja, aku, si remah roti di pinggir toples ini akhirnya hanya menyadari, bahwa 'mereka' memang ada. Kita boleh percaya, tapi tidak boleh terlalu percaya. Di post selanjutnya, akan kuceritakan beberapa kisah 'teror' di rumahku.

2 komentar:

  1. Fil ngeri binggo.. kya di kmr kita kkn dlu km prnh ngrsain jg ya ?

    BalasHapus