Aku masih ingat ketika masih kelas 3 SMA aku sering berangan-angan untuk masuk ke perguruan tinggi di Jogja, almamater kampus dari Bapak. Selalu kutulis dalam buku dan kertas-kertas hasil ulanganku cita-citaku itu betapa memang aku ingin untuk berkuliah disana.
Bapak adalah inspirasiku untuk masuk ke perguruan tinggi. Bapak selalu bercerita bahwa ia ingin menguliahkanku pada waktu itu. Diriku sendiri juga sudah bercita-cita ingin mengambil jurusan Bahasa Jepang, pelajaran yang aku sukai sewaktu SMA. Pada awalnya orang tuaku juga agak sedikit bingung dengan jurusan pilihanku yang mungkin kurang umum, akan tetapi waktu itu aku membuktikan keseriusanku dengan sungguh-sungguh memperoleh nilai yang baik sampai mengikuti kompetisi bahasa Jepang dan mendapat prestasi dari sana. Sebenarnya juga pernah aku mengutarakan niatku pada Bapak bahwa aku ingin bekerja saja di Jepang, memikirkan bagaimana mahalnya biaya kuliah menbuatku ingin menyerah juga pada awalnya, kebetulan waktu itu aku menerima sebuah brosur tentang LPK yang nantinya jadi penyalur bekerja di Jepang. Tetapi Bapak waktu itu menolak dengan kata-kata yang masih aku ingat sampai sekarang.
“Kalau kamu sudah bekerja, kamu nanti sudah ngerti uang, biasanya kalau udah ngerti uang, hasrat kamu untuk belajar lagi itu akan berkurang,”
Bapak juga berkata bahwa kalau bisa beliau akan menguliahkanku sampai S2. Padahal waktu itu aku sendiri paham kondisi keluargaku. Bapak adalah kepala keluarga yang bekerja seorang diri. Apalagi aku masih punya adik yang waktu itu masih SMA dan SD yang pasti membutuhkan biaya juga. Tapi Bapak selalu bersikeras menguliahkanku, beliau bilang akan melakukan cara apapun agar bisa menguliahkanku demi masa depanku. Karena sebagai orang tua, tentu ingin memberika yang terbaik bagi anaknya.
Aku menurut dan akhirnya mengambil jalur undangan. Aku memilih jurusan bahasa Jepang di dua kampus yang berbeda. Di Jogja dan di Semarang. Yang sangat aku harapkan adalah diterima di Jogja. Karena selain Jogja dekat dari rumah, entah kenapa paling tidak aku ingin menyamai Bapak. Karena Bapak adalah inspirasiku selama ini.
Hari pengumuman pun tiba, aku membuka situs untuk mengetahui hasilnya. Namun yang ada pada akhirnya air mataku terjatuh, aku gagal masuk ke perguruan tinggi manapun. Aku tidak tahu apakah aku tidak pantas masuk perguruan tinggi yang aku impikan itu. Seharian aku menangis, Bapak dan Ibu berkata tidak apa-apa, masih ada kesempatan berikutnya untuk masuk perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN. Namun tetap saja hatiku sedih karena merasa tersingkir dari perguruan tinggi yang aku harapkan.
Banyak dari saudara-saudara Bapak dan Ibu ketika bertamu bertanya tentang rencanaku setelah lulus. Mereka menyarankan untuk mengambil jurusan yang lain saja dan kuliah di Solo saja yang dekat dengan rumah. Tetapi waktu itu aku adalah orang yang ngeyel, masih ingat aku menjawab bahwa aku hanya akan melakukan hal yang aku sukai, kalau aku menyukai suatu hal aku akan bertanggung jawab dengan pilihanku. Kalaupun tahun itu tidak diterima, aku akan kuliah tahun depan. Itu adalah aku, aku yang keras kepala, 7 tahun yang lalu.
Pada akhirnya aku mengikuti SNMPTN dengan pilihan yang sama, perguruan tinggi di Jogja masih menjadi urutan pertama pilihanku disusul perguruan tinggi yang ada di Semarang. Aku mengikuti tes SNMPTN. Aku kali itu hanya bisa pasrah ketika sebelumnya aku menyadari ketika aku berharap terlalu tinggi, rasa sakit akan datang ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
Pada akhirnya hari pengumuman pun tiba. Aku membuka hasil pengumuman, ya aku lolos SNMPTN tetapi tidak dengan harapan tinggiku untuk menyamai Bapak, aku diterima di perguruan tinggi yang ada di Semarang. Kali itu tidak ada air mata, aku sudah bersyukur aku sudah diterima kuliah. Aku tidak harus menunggu tahun depan.
Berikutnya aku mulai mengurus berkas dan betapa senangnya aku bahwa ada salah satu teman SMPku yang ternyata satu program studi denganku. Aku mulai mengurus berkasku bersamanya. Dan mengenai Bapak yang akan melakukan apapun untuk kuliahku, Bapak benar-benar melakukannya. Ketika waktu itu Bapak belum mempunyai uang yang cukup untuk membayar uang gedung, Bapak datang bersamaku ke kampus hanya untuk meminta kelonggaran waktu membayar kuliah. Air mataku saat itu mengalir melihat punggung Bapak yang menghadap staff administrasi, aku menangis betapa sebenarnya orang tuaku memaksakan diri hanya agar aku bisa kuliah. Aku akan merasa sangat bodoh kalau aku mengecewakan mereka. Saat itu aku bertekad untuk sungguh-sungguh menjalani kuliah.
Pada akhirnya masa-masa kuliah yang indah telah aku jalani. Pada waktu itu aku selalu dikirimi uang oleh orang tuaku untuk membayar kos dan untuk kehidupan sehari-hari. Pada awal-awal mau masuk kuliah aku mencoba mengikuti beasiswa bidik misi untuk membantu meringankan beban kedua orang tuaku. Ada seorang mahasiswa yang datang ke rumah untuk mengecek kondisi keluargaku. Namun ternyata waktu itu aku tidak lolos untuk menerima beasiswa bidik misi. Keinginanku untuk meringankan beban kedua orang tuaku pun pupus.
Selanjutnya untuk semester awal aku mencoba mendaftar beasiswa namun karena syaratnya harus minimal semester 3, sama saja aku melakukan hal yang sia-sia. Kemudian setelah menunggu beberapa waktu, aku kembali mendaftar beasiswa PPA. Kali itu aku diterima, aku menerima beasiswa PPA. Akan tetapi, aku masih ingat kebodohanku waktu itu, saking inginnya HP agar sama dengan teman yang lainnya, akhirnya aku membeli HP baru, tanpa sama sekali membantu orang tuaku meringankan beban membayar semesteran maupun kosku. Aku masih ingat waktu itu ibu bercerita bahwa Bapak sampai menangis melihat tingkahku. Kebodohan yang setelah aku pikir lagi karena menyakiti hati Bapak, menjadi bumerang menyakitiku.
Tahun berikutnya ketika ada pengumuman beasiswa lagi, aku kembali mendaftar dan kembali menerima beasiswa PPA lagi. Kali itu aku bertekad untuk tidak bertindak bodoh lagi. Kali itu aku ingat sedang KKN, ada iuran untuk membayar segala keperluan untuk KKN dengan nominal yang tidak kecil. Kali itu aku membayar dengan uang beasiswa. Aku sudah bertekad untuk tidak merepotkan orang tua lagi. Sudah cukup kebodohanku di semester lalu.
Selesai KKN, aku mulai fokus skripsi. Di situ, aku mulai mencari pekerjaan sambilan untuk menambah saku. Aku akhirnya mendapat pekerjaan sebagai waiters di sebuah kedai es krim yang dikelola oleh seorang teman. Sehabis kuliah dan atau bimbingan, mulai jam 2 aku bekerja. Pekerjaanku membersihkan kedai, menyiapkan pesanan, mencuci piring dan sekaligus sebagai kasir. Tapi itu semua tidak aku lakukan sendiri. Aku bekerja bersama 4 orang temanku yang lain. Rasanya memang capek, tapi setiap hari aku bisa ngemil es krim, tiap hari ada hal-hal baru yang bisa membuat jengkel, senang dan lain sebagainya. Pengalaman baru pun didapat, sangat menyenangkan.
Aku bekerja selama beberapa bulan sebelum memutuskan keluar untuk benar-benar fokus skripsi. Karena memang waktu aku bekerja part time di kedai es krim, hal itu cukup menyita waktuku. Kadang jika tidak ada pelanggan aku bisa sambil mengerjakan skripsi, tapi kalau keadaan masih ramai aku sama sekali tidak bisa menyentuh skripsiku. Untuk itu aku memutuskan untuk keluar.
Akan tetapi karena masih membutuhkan tambahan uang untuk mencetak hasil skripsi untuk bimbingan, aku mencari pekerjaan part time lain yang tidak begitu menyita waktuku. Akhirnya aku mendapat pekerjaan baru yaitu pekerjaan untuk mem-privat bahasa Jepang siswa. Aku masih ingat aku mengajar 2 orang. Kadang keder juga rasanya masuk ke perumahan elite seperti milik mereka. Aku mengajar sesuai kesepakatan, selama satu setengah jam. Biasanya dimulai jam setengah 8. Disitu aku bisa lebih fokus mengerjakan skripsiku.
Pada akhirnya aku menyelesaikan studiku, studi di Universitas dengan jurusan pilihanku. Aku mendapatkan nilai cumlaude, aku senang aku bisa menyelesaikan kuliahku dengan baik. Paling tidak apa yang diharapkan orang tuaku tidaklah sia-sia, paling tidak aku bisa memenuhi harapan mereka. Untuk selanjutnya tugasku membahagiakan mereka, inginku mengganti semua hutang yang mereka cari demi membayar kuliahku, ingin ku membayar semua peluh keringat mereka untuk masa depanku ini. Untuk selanjutnya aku sedang menantang diriku sendiri. Seorang anak yang menerima banyak hal dari orang tuanya, bisakah kali ini membahagiakan mereka?
Kak, kapan post lagi, Rindu heheh
BalasHapus